Patrick van Aanholt: Bek Kiri Turbo yang Gak Cuma Lari, Tapi Tahu Kapan Harus Lukai Lawan

Patrick van Aanholt bukan bek kiri kaleng-kaleng. Di eranya, dia salah satu fullback Premier League yang paling agresif, rajin overlap, rajin nyetak gol, dan jarang kehabisan bensin.
Kalau lo nonton dia main, yang paling menonjol bukan cuma speed-nya, tapi juga positioning dia yang bikin pertahanan lawan harus tarik-tarik garis.

Masalahnya? Kariernya sering gak di-highlight karena dia main di klub-klub yang gak banyak disorot media besar. Tapi lo tau gak? Dalam hal kontribusi ofensif dari posisi bek kiri, nama Van Aanholt harusnya duduk di meja yang sama sama banyak bek elit.


Awal Karier: Produk Chelsea yang Sering Dipinjemin

Van Aanholt lahir di Belanda tahun 1990 dan masuk akademi PSV Eindhoven sebelum akhirnya Chelsea ngangkut dia ke Inggris.
Waktu itu Chelsea lagi doyan banget rekrut wonderkid Eropa dan… ya, kita tau gimana ending-nya: pinjaman FC.

Van Aanholt sempat:

  • Dipinjam ke Coventry City
  • Lalu ke Newcastle, Leicester, Wigan, dan Vitesse

Chelsea kayak punya 100 bek kiri dan dia harus rebut tempat dengan nama-nama besar kayak Ashley Cole, Ryan Bertrand, atau Filipe Luís.
Akhirnya, daripada keburu jadi bek yang hilang arah, Van Aanholt ambil keputusan penting: cabut permanen.


Sunderland: Jadi Starter, Jadi Ancaman

Tahun 2014, Van Aanholt pindah ke Sunderland, dan ini jadi titik balik.
Dia langsung starter reguler, dan gaya mainnya cocok banget sama tim yang sering main direct.

Meskipun Sunderland saat itu tim papan bawah, Van Aanholt bersinar dengan:

  • Lari-lari overlap sepanjang pertandingan
  • Crossing tajam ke kotak penalti
  • Dan… yang paling khas: tendangan kaki kiri dari half-space

Dia bukan tipe bek yang main aman. Bahkan kadang kelewat ofensif, tapi justru itu yang bikin dia beda.

Selama tiga musim di Sunderland, dia:

  • Cetak 7 gol dari posisi bek kiri
  • Jadi eksekutor bola mati
  • Dan termasuk salah satu bek paling produktif di liga saat itu

Tapi Sunderland makin tenggelam. Dan Van Aanholt gak mungkin ikutan turun kasta. Solusinya? Transfer ke Crystal Palace.


Crystal Palace: Masa Emas Si Kidal Jet Liner

Di Crystal Palace, Van Aanholt naik level.
Dia ketemu pelatih-pelatih yang ngerti banget cara manfaatin bek ofensif: Alan Pardew, Roy Hodgson, bahkan Frank de Boer sempat.

Palace bukan tim penguasaan bola tinggi, tapi punya skema counter dan crossing — cocok banget buat Van Aanholt.

Statistiknya di Palace?

  • 13 gol dari 126 pertandingan Liga Inggris
  • Banyak assist dari sisi kiri
  • Duet manis dengan Wilfried Zaha
  • Sering jadi pemecah kebuntuan lewat overlap cepat

Uniknya, dia lebih sering nyetak gol dari pergerakan open play ketimbang bola mati. Artinya? Positioning dia di sepertiga akhir lapangan selalu ngancem.


Gaya Main: Bek Kiri Full Attack, Minim Takut

Kalau lo suka tipe bek yang:

  • Bukan cuma defense, tapi juga nyusup ke kotak penalti
  • Cepat, berani, dan pede buat tusuk ke dalam
  • Gak takut kehilangan bola karena yakin bisa bantu recovery

Van Aanholt cocok banget.

  1. Pace luar biasa – Bahkan di usia late 20s, dia masih sering menang sprint lawan winger muda.
  2. Finishing oke – Bukan cuma asal shooting, dia tahu target.
  3. Taktikal fleksibel – Pernah main sebagai wingback kiri dan juga bek empat.
  4. Work rate tinggi – Meskipun fokusnya ke depan, dia rajin turun.

Tapi ada kekurangan juga:

  • Kadang terlalu agresif sampai ngelepas celah di belakang
  • Disiplin positioning gak sebaik bek bertahan alami
  • Dalam sistem bertahan deep, dia gak terlalu cocok

Timnas Belanda: Pelapis yang Konsisten

Van Aanholt gak pernah jadi nama pertama di timnas Belanda karena posisi bek kiri sering diisi Nathan Aké, Daley Blind, atau kadang Tyrell Malacia.
Tapi dia:

  • Tampil di Euro 2020
  • Sering dipanggil di kualifikasi Piala Dunia & Nations League
  • Jadi pilihan pelapis yang bisa langsung adaptasi

Dia mungkin bukan bintang utama, tapi buat pelatih, Van Aanholt selalu bisa diandalkan dalam sistem menyerang.


Petualangan di Galatasaray dan PSV: Tetap Aktif, Tetap Ngegas

Setelah 4,5 musim di Palace, Van Aanholt pindah ke Galatasaray tahun 2021.
Di Turki, dia main solid, tetap jadi starter, tapi klub lagi masa transisi.

Tahun 2023, dia balik ke Belanda dan main buat PSV, klub masa kecilnya.
Siklus yang full circle — dari Eredivisie, ke Premier League, ke luar negeri, dan balik lagi.
Meskipun udah gak secepat dulu, dia masih bawa pengalaman dan crossing akurat yang bisa ngubah hasil pertandingan.


Kenapa Dia Gak Pernah Masuk Kategori “Elite”?

  1. Main di klub papan tengah
    – Gak pernah main reguler di klub Liga Champions
  2. Gaya main terlalu ofensif buat pelatih konservatif
    – Banyak manajer lebih pilih bek bertahan yang aman
  3. Kurang sorotan media
    – Pemain Palace & Sunderland jarang jadi headline
  4. Kurang “branding” personal
    – Gak banyak omong di media, gak viral, lowkey banget

Padahal, secara output, dia jauh lebih aktif dari banyak bek kiri yang lebih “dibicarakan.”


Legacy: Bukan Superstar, Tapi Role Player Berkualitas Tinggi

Patrick van Aanholt mungkin gak punya medali Piala Dunia atau trofi Premier League, tapi:

  • Dia jadi salah satu bek kiri paling ofensif di EPL generasi 2010-an
  • Konsisten tampil di liga top selama lebih dari satu dekade
  • Berani ambil risiko pindah klub demi main, bukan cuma numpang nama
  • Dan selalu kasih kontribusi nyata, entah itu lewat overlap, gol, atau assist

Di era fullback modern yang dituntut all-around, Van Aanholt adalah contoh bahwa menyerang bisa jadi senjata utama dari belakang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *