Mengenal Desa Adat Ratenggaro: Warisan Budaya di Pesisir Sumba
Desa Adat Ratenggaro adalah salah satu destinasi budaya paling memesona di Sumba Barat Daya. Letaknya di pesisir pantai membuat desa ini bukan hanya kuat secara budaya, tapi juga memesona secara visual. Ciri khasnya yang paling mencolok adalah rumah adat berbentuk menara tinggi, menjulang puluhan meter ke langit, simbol status sosial dan spiritual masyarakat Sumba.
Nama “Ratenggaro” sendiri berasal dari dua kata: Rate (makam) dan Garo (nama suku Garo yang dulu pernah tinggal di daerah ini). Artinya, desa ini sejak dulu merupakan kawasan yang sakral, tempat para leluhur dimakamkan dan dihormati hingga kini.
Lokasi dan Akses Menuju Ratenggaro dari Tambolaka
Desa ini bisa diakses dari Kota Tambolaka, ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya. Perjalanan darat memakan waktu sekitar 2 jam menggunakan mobil atau motor, melewati jalan yang relatif baik namun berkelok dan naik turun.
Sepanjang perjalanan, wisatawan akan disuguhi pemandangan:
- Bukit savana yang luas
- Ladang jagung dan sorgum milik warga
- Pemandangan laut biru di kejauhan
Desa Ratenggaro terletak tepat di tepi pantai, menyatu dengan bentang alam yang menawan dan atmosfer sakral yang kental.
Arsitektur Rumah Adat Ratenggaro: Menara dan Filosofi
Yang bikin Ratenggaro unik dan ikonik adalah rumah adatnya. Atap rumah bisa mencapai tinggi 20–25 meter, berbentuk lancip ke atas seperti piramida bambu. Setiap rumah adat disebut Uma Kelada, dibangun dengan:
- Empat tiang utama
- Atap dari ilalang
- Dinding kayu tanpa paku
Filosofi rumah ini dalam budaya Sumba terbagi dalam tiga tingkat:
- Lantai bawah (binatang ternak)
- Lantai tengah (ruang aktivitas keluarga)
- Lantai atas (tempat penyimpanan benda sakral)
Struktur ini menggambarkan harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Kehidupan Sehari-hari Warga: Tradisi dan Gotong Royong
Di Ratenggaro, hidup itu komunal. Warga desa hidup dalam sistem gotong royong yang kuat, saling bantu saat membangun rumah, menggelar upacara adat, hingga panen. Mereka masih mempertahankan:
- Cara bertani tradisional (jagung, padi ladang)
- Beternak kuda dan babi
- Tenun ikat khas Sumba
Anak-anak bermain di pelataran rumah, para ibu menenun di beranda, dan bapak-bapak berbincang sambil mengasah parang – semuanya jadi pemandangan hidup yang autentik dan luar biasa hangat.
Makam Megalitikum: Jejak Leluhur yang Masih Terjaga
Salah satu pusat sakral desa ini adalah makam megalitikum yang tersebar di tengah-tengah desa. Batu-batu besar itu bukan sembarang batu – mereka adalah pusara nenek moyang yang diyakini masih “menjaga” desa.
Beberapa batu dipahat dengan simbol dan relief sederhana, menunjukkan status sosial atau peristiwa penting. Ritual pemakaman tradisional di sini sangat kompleks, dengan tarian, hewan kurban, dan doa adat yang dipimpin tokoh spiritual.